Dahulu seluruh orang Banyadu Purba mendiami sebuah wilayah perkampungan besar yang disebut Bandong,/semacam kota di itu. Perkampungan besar atau kota atau bandong ini bernama Banyuke. Banyuke ini merupakan tempat Temenggung berada. daerah Ketemenggungan Dayak Banyadu ini disebut Banua Satona. Kadang disebut juga sebagai Bandong Satona, atau Bandong (ibukota) dari Banua Satona.
Nenek moyang Dayak Banyadu kemudian menyebar keluar dari Bandong
Banua-nya, menyebar secara bertahap, dengan menyusuri hilir sungai yang
bernama sama seperti nama Bandong-nya yaitu sungai Banyuke. Tahap
pertama mereka menyebar ke seluruh daerah kecamatan Banyuke Hulu dan
Menyuke, lalu tahap berikutnya mereka menyebar ke daerah Ngabang dan
terakhir mereka menyebar ke daerah Kabupaten Sanggau Kapuas. Akibatnya
Banyuke yang sebelumnya berupa sebuah perkampungan besar/ kota (Bandong)
lama-kelamaan mengecil hingga hanya menjadi sebuah kampung, karena
ditinggal menyebar oleh penduduknya. Hal inilah yang menyebabkan Dayak
Banyadu di zaman dulu dikenal dengan sebutan orang Banyuke karena mereka
berasal dari Bandong (kota besar di masa silam) Banyuke. Sering terjadi
kekeliruan akan masyarakat Dayak yang disebut Banyuke ini, terutama
generasi muda sekarang dimana dalam anggapan mereka yang disebut orang
Banyuke adalah Suku Dayak Kanayatn yang berdialek Banane alias orang
Darit, padahal yang sebenarnya adalah untuk sebutan masyarakat Dayak
Kanayatn yang berdialek Banyadu, hal ini tentu didasari oleh alasan
bahwa semua desa atau semua penduduk yang tinggal di hilir tengah dan di
hulu dari sungai yang mengalir di daerah tersebut adalah orang Banyadu,
dan terlebih di karenakan asal kata Banyuke itu adalah dari nama sebuah
Bandong (perkampungan besar di masa silam) orang Banyadu yang terletak
di hulu sungai Banyuke tersebut. Selain itu menurut para peneliti di
Formosa Taiwan juga terdapat suatu etnis yang masih berkerabat dekat
dengan suku Dayak Banyadu. Diperkirakan etnis tersebut hijrah dari
Kalimantan ke Taiwan kurang lebih 300 tahun yang lalu. Hal ini cukup
diyakini, walaupun belum ada penelitian lebih lanjut mengenai ini.
Nenek moyang orang Banyadu yang telah menyebar ini kemudian membangun
pemukiman-pemukiman awal di luar bandong mereka, pemukiman awal ini
dikenal dengan sebutan Tammakng (baca:tambang). Penduduk desa
awal atau desa asal alias Tamakng orang Banyadu di sepanjang sungai
Banyuke dan anak-anak sungai Banyuke ini seperti masyarakat dayak
lainnya juga melakukan kegiatan perladangan. Semakin lama semakin jauh
ladang yang dibuka, akhirnya karena alasan sudah terlalu jauh dari
kampung asal, maka para orang tua di masa itu berinisiatif mendirikan
kampung-kampung baru di sekitar ladang mereka. Kampung baru itu disebut
dengan istilah Varokng (baca: varong) yang bermakna sebagai
kampung ladang. Seiring dengan perkembangan zaman dan peningkatan jumlah
penduduk akhirnya varokng-varokng tersebut makin lama makin ramai.
Desa-desa asal alias Tamakng orang Banyadu antara lain Tamakng Bale,
Temia Ojol, Padang Pio, Loeng, Untang, Banyuke, Balantian dan lain-lain.
Sementara desa-desa ladang atau Varokng seperti Tititareng, Sabah,
Magon, Teriak, Sentibak, Peranuk, Temia Seo, Padang Manyun, Berinang
Manyun, Sinto, Kampet, Sentibak dan lain-lain.
Istilah "Suku Dayak Banyadu" diambil dari istilah dalam bahasa mereka sendiri yaitu asal kata "nyadu" yang berarti "tidak".
Kata ini digunakan sebagai istilah pembeda dialek dengan dialek Dayak
lainnya. Dayak Banyadu sendiri merupakan salah satu anak suku dalam
keluarga Dayak Kanayatn. diperhatikan dari bahasanya Dayak Banyadu
bersama Dayak Bakati merupakan transisi antara keluarga Dayak Kanayatn
dengan keluarga Dayak Bidayuh dimana sebagian bahasanya mirip atau sama
dengan bahasa Kanayatn dan sebagian lagi mirip atau sama dengan bahasa
Bidayuh. umumnya bunyi vokal bahasa Banyadu yang sama dengan bahasa
keluarga Dayak Kanayatn lainnya cenderung berbunyi ke vokal "u" misal
kata "ada" dalam bahasa Kanayatn lainnya pada Kanayatn Banyadu menjadi
"adu" kata "sama" menjadi "samu" kata "datakng" menjadi "dutukng",
"pesan' menjadi "pesun', "asap' menjadi "asup",
"dalam" menjadi "dalum/darupm", "malam' menjadi "malum/ marupm", dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar